PERSEPSI SEBAGAI INTI KOMUNIKASI INTERPERSONAL

A.      Definisi Persepsi
Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya (Wolberg 1967). Adanya perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Haal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku, dan penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.
Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian. Menurut sesYoung (1956) persepsi merupakan aktivitas, mengindera, mengintegrasikan dan memberikan  penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapan-harapan, niali-nilai, sikap ingatan dan lain-lain.
Menurut wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologi dan hasil dari penginderaan serta protes terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif/negatif, senang atau tidak senang dan sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk, yaitu sikap yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam situasi yang tertentu pula.
Istilah persepsi menurut adalah suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, merasakan dan menginterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang ditampilkan dari sumber lain (yang dipersepsi). Melalui persepsi kita dapat mengenali dunia sekitar kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda serta manusia dengan segala kejadian-kejadiannya.  Dengan persepsi kita dapat berinteraksi dengan dunia sekeliling kita, khususnya antar manusia. Dalam kehidupan sosial di kelas tidak lepas dari interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen. Adanya interaksi antar komponen yang ada di dalam kelas menjadikan masing-masing komponen (mahasiswa dan dosen) akan saling memberi tanggapan, penilaian dan persepsinya. Adanya persepsi ini adalah penting agar dapat menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan kapasitas belajar di kelas.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera. Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi.
Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku, Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar individu.

B.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu ;
1.         Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain :
a.        Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.
b.        Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.
c.         Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.
d.        Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.
e.         Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas.
f.         Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.
2.         Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseoarang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah :
a.        Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi.
b.        Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit.
c.         Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya dengan latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian.
d.        Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.
e.         Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam.

C.      Persepsi Sebagai Inti Komunikasi Interpersonal
Persepsi dikatakan inti komunikasi karena persepsi sangat mempengaruhi proses komunikasi yang dilakukan baik komunikasi interpersonal maupun komunikasi intrapersonal. Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Misal berfikir, menulis, merenung, menggambar dan sebagainya. Sedangkan komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain atau kelompok, misal mengobrol lewat telepon, korespondensi dll.
Persepsi atau cara pandang kita terhadap sesuatu akan menentukan jenis dan kualitas komunikasi yang kita lakukan. Misal kita berhadapan dengan seseorang yang kita persepsikan baik, maka komunikasi yang kita lakukan dengannya pun akan baik pula, begitu juga sebaliknya.
Definisi cantik menurut orang yang satu dengan yang lain pasti mempunyai jawaban yang berbeda-beda, mungkin ada yang menjawab cantik itu gendut, ramping atau bahkan kurus kering. Hal itu dikarenakan persepsi setiap orang atau kelompok dalam memandang suatu hal berbeda-beda yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pengalaman, psikologi dan kondisi faktual yang saat itu kita tangkap. Kecantikan menurut orang dayak adalah seseorang yang memakai banyak anting sampai daun telinganya menjuntai ke bawah. Menurut penduduk fiji, kecantikan dilihat dari kemampuan reproduksi yakni tubuh yang subur dan keturunan yang banyak. Berbeda dengan masyarakat modern kota, kecantikan diartikan sebagai seorang wanita yang bertubuh ramping, putih, dan berambut lurus. Sesuatu diintepretasikan berbeda-beda oleh setiap orang dan kelompok tergantung latar belakangnya masing-masing.

D.      Proses Terbentuknya Persepsi
Perceptual process atau proses persepsi meliputi 3 (tiga) tahap yaitu :
1.         Sensasi (asensi)
Sensasi adalah proses pengiriman pesan ke otak melalui panca indera yaitu mata, hidung, telinga, lidah, kulit. Panca indera adalah reseptor yang menghubungkan otak kita dengan lingkungan sekitar. Informasi yang kita tangkap dari proses melihat, mencium, mendengar, merasakan, dan meraba tersebut kita proses kembali untuk dapat menghasilkan persepsi terhadap sesuatu. Misal melihat pantai, mencium parfum, bersalaman, mencicipi masakan. Setelah informasi itu kita tangkap dan kita rekam dalam otak kita masuk dalam terhadap atensi
2.         Atensi
Atensi adalah suatu tahap dimana kita memperhatikan informasi yang telah ada sebelum kita menginterpretasikannya. Sebenarnya banyak sekali hal yang tertangkap oleh panca indera, namun tidak semua kita perhatikan. Misal kita mengobrol lewat telepon, informasi yang kita perhatikan hanyalah suara lawan bicara meskipun saat itu kita juga sedang membaca koran atau makan bakwan, ketika melihat sekumpulan orang berpakaian hitam, dan ada satu orang berpakaian putih, tentunya kita lebih memperhatikan yang berbaju putih, hal ini terjadi karena kita hanya akan memperhatikan apa yang kita anggap paling bermakna bagi kita, paling berbeda dan paling menarik perhatian.
3.         Interpretasi
Tahap interpretasi adalah tahap terakhir. Jika persepsi dikatakan sebagai inti komunikasi, maka interpretasi adalah inti dari persepsi. Interpretasi adalah proses penafsiran informasi atau pemberian makna dari informasi yang telah kita tangkap dan kita perhatikan. Ketika mata kita melihat matahari terbenam di pantai kemudian kita perhatikan, maka secara tidak langsung kita akan menginterpretasikan pantai tersebut. Apakah menurut kita indah, biasa saja atau bahkan jelek. Pendapat atau persepsi yang dihasilkan tentunya akan beragam tergantung latar belakang kita masing-masing.

Sensasi, atensi dan interpretasi adalah tahapan-tahapan yang dilalui untuk menghasilkan persepsi, semakin sama persepsi setiap orang, maka semakin efektif komunikasi yang dilakukan. Persepsi setiap orang akan sama jika mereka berasal dari latar belakang yang sama. Misal sama-sama orang desa, sama-sama orang jaqwa dan sama-sama orang gila.
Persepsi-persepsi yang ada pada diri kita akan mempengaruhi proses komunikasi yang kita lakukan, karena itu berfikirlah positifdan obyektif dalam memandang sesuatu.

E.       Sifat Persepsi
Beberapa hal yang patut kita pelajari menyangkut persoalan dalam persepsi ini, Mulyana (2000: 176-196) mengungkapkan hal-hal berikut:
1.         Persepsi mendasarkan pada pengalaman.
Dikemukakan bahwa pola-pola perilaku seseorang itu berdasarkan persepsi mengenai realitas sosial yang telah dipelajarinya (pada masa lalu). Artinya, persepsi kita terhadap seseorang, objek, atau kejadian, dan reaksi kita terhadap hal-hal itu amat tergantung pada pengalaman masa lalu berkaitan dengan orang, objek atau kejadian serupa. Seperti halnya cara kita bekerja, menilai pekerjaan yang baik bagi kita, cara kita makan, cara kita menilai kecantikan; semua ini amat tergantung pada apa yang telah diajarkan budaya kita mengenai hal-hal tersebut.
2.         Persepsi bersifat selektif.
Pada dasarnya melalui indera kita, setiap saat diri kita ini dirangsang dengan berjuta rangsangan. Jika kita harus memberikan tafsiran atas semua rangsangan itu, maka kita ini bisa menjadi gila. Karena itu, kita dituntut untuk mengatasi kerumitan tersebut dengan memperhatikan hal-hal yang menarik bagi kita. Atensi kita pada dasarnya merupakan faktor utama dalam menentukan seleksi atas rangsangan yang masuk ke dalam diri kita.
3.         Persepsi bersifat dugaan.
Karena pada dasarnya data yang kita peroleh melalui penginderaan tidak pernah lengkap, makasering kita melakukan dugaan atau langsung melakukan penyimpulan. Coba perhatikan gambar apa yang bisa dibuat dengan ketiga titik dan keempat titik berikut ini.
4.         Persepsi bersifat evaluatif.
Tidak sedikit orang beranggapan bahwa apa yang mereka persepsikan sebagai sesuatu yang nyata. Artinya, perasaan seseorang sering mempengaruhi persepsinya, padahal hal tersebut bukanlah sesuatu yang objektif. Kita melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kepentingan subjektif kita sendiri. Karena itu persepsi bersifat evaluatif; merupakan proses kognitif yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan dengan memaknai objek persepsi itu sendiri.
5.         Persepsi bersifat kontekstual.
Dari setiap peristiwa komunikasi, seseorang selalu dituntut untuk mengorganisasikan rangsangan menjadi suatu persepsi. Konteks nampaknya berpengaruh kuat atas persepsi yang terbentuk dalam diri seseorang.
Sebagai contoh, terhadap gambar seseorang bisa mengatakan bahwa itu adalah angka 13 karena konteksnya adalah angka-angka lainnya, yaitu 11, 12, 14 dan 15. Tetapi bagi seseorang yang memiliki konteks huruf-huruf A, C, D dan E, maka gambar tersebut adalah huruf B. 

Meskipun sesungguhnya banyak informasi yang kita perlukan untuk melakukan persepsi terhadap orang lain, namun paling tidak ada tiga jenis informasi terpenting yang perlu kita ketahui, yaitu tujuan orang tersebut, kondisi internalnya (psikologis), dan kesamaan antara kita dengan orang tersebut. Mempersepsi tujuan orang lain memiliki beberapa arti bagi kita dalam berkomunikasi. Adalah hal yang tidak mungkin bagi kita untuk secara nyata mengamati kondisi internal orang lain. Namun melalui pengamatan terhadap perilakunya, kita dapat menyimpulkan bagaimana sikap, keyakinan dan nilai orang tersebut.
Ada anggapan bahwa elemen non-verbal dari perilaku merupakan refleksi yang paling akurat dari perasaan atau kondisi internal seseorang. Sementara itu, adanya kesamaan antara kita dengan orang yang kita ajak berkomunikasi akan mendorong rasa saling menyukai. Keadaan semacam ini akan membantu kita untuk merasa lebih nyaman dalam melanjutkan komunikasi

F.       Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi
Persepsi kita sering tidak cermat. Salah satu penyebabnya adalah asumsi atau pengharapan kita. Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi adalah sebagai berikut:
1.         Kesalahan Atribusi
Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita menggunakan beberapa sumber informasi. Misalnya, kita mengamati penampilan fisik seseorang, karena faktor seperti usia, gaya pakaian, dan daya tarik dapat memberikan isyarat mengenai sifat-sifat utama mereka.
Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara.atribusi kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor eksternal-lah yang menyebabkannya, atau sebaliknya kita menduga faktor eksternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal-lah yang membangkitkan perilakunya.
Salah satu sumber kesalahan atribusi lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri kekurangannya, atau mengisi kesenjangan dan mempersepsi rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap.
2.         Efek Halo
Kesalahan persepsi yang disebut efek halo (halo effects) merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat-sifatnya yang spesifik. Efek halo ini memang lazim dan berpengaruh kuat sekali pada diri kita dalam menilai orang-orang yang bersangkutan. Bila kita sangat terkesan oleh seseorang, karena kepemimpinannya atau keahliannya dalam suatu bidang, kita cenderung memperluas kesan awal kita. Bila ia baik dalam satu hal, maka seolah-olah ia pun baik dalam hal lainnya.
Kesan menyeluruh itu sering kita peroleh dari kesan pertama, yang biasanya berpengaruh kuat dan sulit digoyahkan. Para pakar menyebut hal itu sebagai “hukum keprimaan” (law of primacy). Celakanya, kesan awal kita yang positif atas penampilan fisik seseorang sering mempengaruhi persepsi kita akan prospek hidupnya. Misalnya, orang yang berpenampilan lebih menarik dianggap berpeluang lebih besar dalam hidupnya (karir, perkawinan, dan sebagainya).
3.         Stereotif
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarakan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap sesuai, alih-alih berdasarkan karakteristik individual mereka.
Contoh stereotip ini banyak sekali, misalnya:
a.         Laki-laki berpikir logis
b.        Wanita bersikap emosional
c.         Orang berkulit hitam pencuri
d.        Orang Meksiko pemalas
e.         Orang Yahudi cerdas
f.         Orang Prancis penggemar wanita, anggur, dan makanan enak
g.        Orang Cina pandai memasak
h.        Orang Batak kasar
i.          Orang Padang pelit
j.          Orang Jawa halus pembawaan
k.        Lelaki Sunda suka kawin cerai dan pelit memberi uang belanja
l.          Wanita Jawa tidak baik menikah dengan lelaki Sunda (karena suku Jawa dianggap lebih tua daripada suku Sunda)
m.      Orang Tasikmalaya tukang kredit
n.        Orang berkaca mata minus jenius
o.        Orang berjenggot fundamentalis (padahal kambing juga berjenggot), dll.

Pada umumnya, stereotip bersifat negatif. Stereotip ini tidaklah berbahaya sejauh kita simpan dalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila stereotip ini diaktifkan dalam hubungan manusia. Apa yang anda persepsi sangat dipengaruhi oleh apa yang anda harapkan. Ketika anda mengharapkan orang lain berperilaku tertentu, anda mungkin mengkomunikasikan pengharapan anda kepada mereka dengan cara-cara yang sangat halus, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan berperilaku sesuai dengan yang anda harapkan.
4.         Prasangka
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagin. Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi prasangka ini konsekuensi dari stereotip, dan lebih teramati daripada stereotip. Menurut Ian Robertson, pikiran berprasangka selalu menggunakan citra mental yang kaku yang meringkas apapun yang dipercayai sebagai khas suatu kelompok. Citra demikian disebut stereotip.
Meskipun kita cenderung menganggap prasangka berdasarkan suatu dekotomi, yakni berprasangka atau tidak berprasangka, lebih bermanfaat untuk menganggap prasangka ini sebagai bervariasi dalam suatu rentang dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Sebagaimana stereotip, prasangka ini alamiah dan tidak terhindarkan. Pengguanaan prasangka memungkinkan kita mereespon lingkungan secara umum, sehingga terlalu menyederhanakan masalah.
5.         Gegar Budaya
Menurut Kalvero Oberg, gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial. Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmamapuan menyesuaikan diri (personality mal-adjustment) yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru. Sedangkan menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah suatu trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai.
Kita tidak langsung mengalami gegar budaya ketika kita memasuki lingkungan budaya yang baru. Fenomena itu dapat digambarkan dalam beberapa tahap. Peter S. Adler mengemukakan lima tahap dalam pengalaman transisional ini, yaitu:
a.         Tahap kontak. Ditandai dengan kesenangan, keheranan, dan kekagetan, karena kita melihat hal-hal yang eksotik, unik, dan luar biasa.
b.        Tahap disintegrasi. Terjadi ketika perilaku, nilai, dan sikap yang berbeda mengganggu realitas perseptual kita.
c.         Tahap reintegrasi. Ditandai dengan penolakan atas budaya, kita menolak kemiripan dan perbedaan budaya melalui penstereotipan, generalisasi, evaluasi, perilaku, dan sikap yang sserba menilai.
d.        Tahap otonomi. Ditandai dengan kepekaan budaya dan keluwesan pribadi yang meningkat, pemahaman atas budaya baru, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya baru kita.
e.         Tahap independensi. Ditandai dengan kita mulai menghargai kemiripan dan perbedaan budaya, bahkan menikmatinya.
Gegar budaya ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah saja. Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi dua, yaitu: faktor internal (cirri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan), dan faktor eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan budaya baru yang dimasuki). Tidak ada kepastian kapan gegar budaya ini akan muncul dihitung sejak kita memasuki suatu budaya lain. (http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/11/24/139/)


BAB III
KESIMPULAN

Persepsi merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor internal dan faktor eksternal.  Sifat dari persepsi adalah persepsi mendasarkan pada pengalaman, persepsi bersifat selektif, dugaan, evaluatif dan kontekstual.  Kekeliruan dan kegagalan persepsi disebabkan oleh kesalahan atribusi, efek halo, stereotif, prasangka dan gegar budaya
Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menyeleksi dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Stimuli ditangkap oleh indera, dan secara spontan pikiran dan perasaan kita akan memberi makna atas stimuli tersebut.persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam memahami kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Informasi ditangkap oleh indera dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa. Informasi itu dikirim ke otak untuk dipelajari dan diinterpretasikan.
Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, kita tidak mungkin berkomunikasi secara efektif.persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain, memilih seorang teman dan mengabaikan teman lain.
            Cara kita berkomunikasi secara interpersonal sangat dipengaruhi oleh persepsi kita terhadap partner komunikasi. Apabila persepsi kita positif, kita akan melakukan komunikasi dengan nyaman. Sebaliknya, apabila kita mempunyai persepsi negatif terhadap seseorang, maka kita akan berusaha membatasi diri sehingga tidak berkomunikasi terlalu mendalam dengan orang tersebut.
           

Daftar Pustaka


Diakses dari http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/11/24/139/ pada tanggal 20 april 2012 pukul 21.07 WIB

Devito, Joseph A. (1996). Human Communication. Alih bahasa oleh Maulana, Agus. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books.

Mulyana, Deddy. (2000). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.